Situs Hukum - Pada artikel kali ini kita akan memasuki ke pembahasan tentang hukum acara peradilan agama. Nanti akan dibahas juga mengenai sub judulnya yaitu pengertian hukum acara peradilan agama, sumber hukum acara peradilan agama, asas-asas hukum, tujuan hukum acara peradilan agama, proses beracara dan lainnya.
Langsung saja.
Pengertian Hukum Acara Peradilan Agama
Hukum Acara Peradilan Agama adalah Hukum Perdata Islam Formal yang dikhususkan untuk orang-orang yang beragama Islam. Hukum Acara Peradilan Agama berfungsi untuk melaksanakan dan mempertahankan Hukum Perdata Islam Material apabila dilanggar.
Hukum Acara Peradilan Agama adalah keseluruhan peraturan atau norma hukum yang mengatur tata cara orang-orang atau badan pribadi yang beragama Islam memperatankan dan melaksanakan hak-haknya di Peradilan Agama.
Dengan kata lain bahwa, hukum acara peradilan agama adalah hukum yang mengatur bagaimana cara orang atau badan pribadi yang beragama Islam bersengketa di Peradilan Agama.
Sumber Hukum Acara Peradilan Agama
- Undang-Undang Dasar R.I. Tahun 1945;
- Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman (Perubahan dari Undang-Undang No. 4 tahun 2004, dan Undang-Undang No. 35 Tahun 1999, serta Undang-Undang No. 14 Tahun 1970 tentang Kekuasaan Kehakiman);
- Undang-Undang No. 3 Tahun 2009 Tentang Mahkamah Agung (perubahan dari Undang-Undang No. 5 Tahun 2004, serta Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung);
- Undang-Undang No. 50 Tahun 2009 Tentang Peradilan Agama (perubahan dari Undang-Undang No. 3 Tahun 2006, dan Undang-Undang No.7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama);
- HIR/RIB dan Rbg;
- Kompilasi Hukum Islam dan Kebiasaan praktek peradilan;
- Yurisprudensi;
- Doktrin atau pendapat para ahli hukum Islam.
Asas Hukum Acara Peradilan Agama
- Asas personalitas keislaman (Pasal 2 jo Pasal 49 UU Peradilan Agama);
- Asas hukum yang berlaku adalah hukum Islam (Pasal 5 ayat (2) jo Pasal 49 UU PAg);
- Asas sederhana, cepat dan biaya ringan (Pasal 4 ayat (2) UUKK jo Pasal 57 ayat (3) UU. No. 3 Tahun 2006 Tentang Peradilan Agama);
- Asas equality before the law atau asas persamaan hak di muka hukum (Pasal 5 ayat (1) UUKK jo Pasal 58 ayat (1) UU PAg);
- Asas beracara dikenakan biaya (Pasal 121 ayat (4), 182, 183 HIR jo Pasal 145 ayat (4), 192, 193, 194 Rbg);
- Asas hakim bersifat menunggu, artinya inisiatif untuk mengajukan gugatan dan menjawab gugatan diserahkan sepenuhnya kepada penggugat dan tergugat atau pihak-pihak yang berkepentingan;
- Asas hakim bersifat aktif, artinya sejak awal sampai akhir persidangan, hakim membantu pencari keadilan dan berusaha sekeras-kerasnya mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk tercapainya peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan (Pasal 5 ayat (2) UUKK jo Pasal 58 ayat (2) UUPAg);
- Asas persidangan bersifat terbuka untuk umum (Pasal 18, 19 UUKK jo. Pasal 59 ayat (1) UU PAg);
- Asas tidak wajib diwakilkan, artinya para pihak yang berperkara tidak diharuskan mewakilkan kepada penasehat hukum atau advokat;
- Asas audi et alteram partem artinya hakim mendengar dari kedua belah pihak (Pasal 121 ayat (2), 132 a HIR jo. Pasal 142, dan 145 Rbg);
- Asas beracara boleh diwakilkan (Pasal 123 HIR jo. Pasal 142 ayat (2) dan 147 Rbg);
- Asas hakim wajib mendamaikan kedua belah pihak yang bersengketa (Pasal 130 HIR jo Pasal 16 ayat (2) UUKK jo Pasal 56 ayat (2) UUPAg);
- Asas putusan hakim harus disertai alasan-alasan atau dasar hukum (Pasal 19 ayat (4) UUKK, Pasal 62 UUPAg, Pasal 184 ayat (1), 319 ayat (2) HIR);
- Asas putusan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum (Pasal 20 UUKK, Pasal 60 UUPAg).
Tujuan Hukum Acara Peradilan Agama
- (a) perkawinan,
- (b) waris,
- (c) wasiat,
- (d) hibah,
- (e) wakaf,
- (f) zakat,
- (g) infaq,
- (h) shodaqoh, dan
- (i) ekonomi syariah (Pasal 49 ayat (1) UUPAg.).
Proses Beracara di Peradilan Agama
1. Pengajuan Gugatan
- Apabila menyangkut pembatalan perkawinan, permohonan diajukan kepada Ketua Pengadilan Agama dalam daerah hukum dimana perkawinan dilaksanakan, atau tempat tinggal suami-isteri, suami atau isteri (Pasal 25, Pasal 63 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974 jo Pasal 38 ayat (1) P.P. 9 Tahun 1975).
- Gugatan perceraian diajukan kepada Ketua Pengadilan Agama tempat kediaman tergugat. Apabila tempat kediaman tergugat tidak jelas atau tidak diketahui atau tidak mempunyai tempat kediaman tetap, gugatan perceraian diajukan kepada Ketua Pengadilan Agama tempat kediaman penggugat (Pasal 20 ayat (1) dan ayat (2) P.P. No. 9 Tahun 1975).
- Gugatan perceraian karena tergugat berada di luar negeri, gugatan diajukan kepada Ketua Pengadilan Agama tempat kediaman penggugat (Pasal 20 ayat (3) P.P. No. 9 Tahun 1975).
- Gugatan perceraian dengan alasan salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa ijin dan tanpa alasan yang sah, diajukan kepada Ketua Pengadilan Agama tempat kediaman penggugat (Pasal 21 ayat (1) P.P. No. 9 Tahun 1975).
- Gugatan perceraian karena alasan suami-isteri terus menerus berselisih dan bertengkar, diajukan kepada Ketua Pengadilan Agama tempat kediaman tergugat (Pasal 22 ayat (1) P.P. No. 9 Tahun 1975).
- Gugatan perceraian karena salah seorang dari suami atau isteri dihukum penjara 5 (lima) tahun atau lebih berat, maka untuk mendapatkan putusan perceraian, sebagai bukti penggugat cukup menyampaikan salinan putusan pengadilan yang memutus perkara pidana disertai keterangan yang menyatakan bahwa putusan telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap (Pasal 23 P.P. No. 9 Tahun 1975).
- (1) menentukan hari persidangan;
- (2) memanggil penggugat/pemohon dan tergugat/termohon;
- (3) memeriksa perkara yang diajukan penggugat kepada tergugat.
2. Membayar Biaya Perkara
3. Pendaftaran Perkara (Gugatan/Permohonan)
4. Penetapan Majelis Hakim.
5. Penunjukan Panitera Sidang
6. Penetapan Hari Sidang
7. Pemanggilan Para Pihak
8. Pemeriksaan di Persidangan
- Penggugat dan tergugat tidak hadir. Dalam hal penggugat dan tergugat tidak hadir di persidangan, hakim dapat melakukan penundaan sidang dan memerintahkan panitera untuk memanggil para pihak agar hadir dalam sidang berikutnya, atau hakim memutuskan gugatan gugur dan perkara tidak diperiksa.
- Penggugat tidak hadir, tetapi tergugat hadir dalam sidang. Apabila penggugat atau kuasanya tidak hadir, maka berdasarkan Pasal 126 HIR/ Pasal 150 Rv. hakim memberikan waktu agar penggugat dipanggil sekali lagi. Apabila telah dipanggil dengan patut penggugat tidak hadir, tetapi tergugat hadir di persidangan, maka untuk kepentingan tergugat, gugatan penggugat dinyatakan gugur serta dihukum untuk membayar biaya perkara; tetapi penggugat masih diberi kesempatan untuk mengajukan gugatan lagi dengan membayar biaya perkara lagi (Pasal 124 HIR/Pasal 148 Rbg).
- Tergugat tidak hadir, tetapi penggugat hadir. Apabila tergugat tidak hadir sedangkan penggugat hadir dalam persidangan, maka sidang dapat ditunda dan tergugat dipanggil lagi agar hadir dalam sidang berikutnya. Apabila pada sidang berikutnya tergugat tidak hadir meskipun sudah dipanggil dengan patut, maka gugatan dikabulkan dengan putusan di luar hadirnya tergugat (verstek), keculai kalau gugatan itu melawan hak atau tidak beralasan. Putusan vestek (di luar hadirnya tergugat) dapat dijatuhkan pada hari sidang pertama tergugat tidak hadir tetapi penggugat hadir (Pasal 125 HIR/Pasal 149 Rbg). Ada yang berpendapat putusan verstek dijatuhkan pada sidang berikutnya apabila tergugat tidak hadir dalam dua kali sidang berturut-turut (Pasal 126 HIR/150 Rbg).
Apabila pada sidang pertama tergugat hadir, sedangkan pada sidang berikutnya tidak hadir, maka perkaranya diperiksa secara contradictoir (di luar hadirnya salah satu pihak yang berperkara), demikian pula kalau sidang berikutnya tergugat hadir dan penggugat tidak hadir.
Pada putusan vestek dapat diajukan perlawanan (verzet). Perlawanan diajukan dalam waktu 14 (empat belas) hari setelah pemberitahuan putusan verstek kepada terggugat (Pasal 125 ayat (3) HIR jo 129 HIR/149 ayat (3) Rbg. Jo Pasal 153 Rbg).
Jika dalam acara perlawanan (verzet) penggugat tidak hadir, maka perkara diperiksa secara “contradictoir”. Apabila dalam acara perlawanan (verzet) tergugat tidak hadir lagi, maka perkara diputus “verstek”, dengan demikian tuntutan perlawanan (verzet) tidak diterima (Pasal 129 ayat (5) HIR/Pasal 153 ayat (6) Rbg). - Penggugat dan tergugat hadir dalam sidang. Apabila penggugat dan tergugat hadir dalam persidangan, sebelum pemeriksaan dimulai, hakim berusaha mendamaikan para pihak yang berperkara (Pasal 130 HIR/Pasal 154 Rbg). Apabila usaha perdamaian berhasil maka dibuatlah akta perdamaian (acta van vergelijk) yang isinya menghukum para pihak untuk memenuhi isi perdamaian yang dibuat oleh kedua pihak. Putusan perdamaian mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan putusan biasa yang dapat dilaksanakan (eksekusi) seperti putusan hakim lainnya.
- (a) penggugat mencabut gugatan;
- (b) penggugat mengubah gugatan; atau
- (c) penggugat mempertahankan atau melanjutkan gugatan. Apabila penggugat mempertahankan gugatan berarti sidang dilanjutkan.
- (a) bukti tertulis atau surat;
- (b) bukti saksi;
- (c) persangkaan;
- (d) pengakuan, dan
- (e) sumpah.
Bibliografi
- Umar Said Sugiharto. 2009. Pengantar Hukum Indonesia. Malang: Publikasi Online.
Anda kini sudah mencapai bagian akhir dalam menuntaskan pembahasan Bab XXI (kedua puluh satu) dengan judul Dasar-dasar Hukum Acara Peradilan Agama. Materi ini juga sekaligus menjadi akhir dari mata kuliah Pengantar Hukum Indonesia. Semoga semua materi bisa dipahami dengan baik.
Post a Comment
Post a Comment