Situs Hukum - Pada artikel kali ini kita akan memasuki ke pembahasan tentang hukum acara perdata. Nanti akan dibahas juga mengenai sub judulnya yakni pengertian hukum acara perdata, sumber hukum acara perdata, asas-asas hukum, proses gugatan, dan lainnya.
Mari kita bahas!
Pengertian Hukum Acara Perdata
Hukum Acara perdata adalah bagian dari hukum perdata dalam arti luas yang terdiri dari hukum perdata material dan hukum perdata formal. Hukum perdata material lebih dikenal dengan sebutan “hukum perdata” adalah keseluruhan peraturan atau norma hukum yang mengatur hubungan hukum antar perorangan yang satu dengan perorangan yang lain, atau hubungan hukum yang mengatur kepentingan pribadi atau individu.
Hukum Acara Perdata juga dinamakan Hukum Perdata Formal yang berfungsi mempertahankan dan melaksanakan hukum perdata material apabila dilanggar.
Hukum Acara Perdata adalah keseluruhan peraturan atau norma hukum yang mengatur tata cara seseorang atau badan pribadi mempertahankan dan melaksanakan hak-haknya di peradilan perdata.
Dengan kata lain hukum acara perdata adalah hukum yang mengatur tata cara bersengketa di peradilan perdata.
Sumber Hukum Acara Perdata
- Undang-Undang Dasar R.I. Tahun 1945;
- Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman;
- Undang-Undang No. 3 Tahun 2009 Tentang Mahkamah Agung;
- Undang-Undang No. 49 Tahun 2009 Tentang Peradilan Umum;
- Het Herziene Indonesische Reglement (HIR/RIB) untuk Jawa dan Madura;
- Rechtsreglement Buitengewesten (Rbg. atau Reglement) untuk luar Jawa dan Madura;
- Reglement op de Burgerlijke rechtsvordering (Rv. Reglement/Hukum Acara Perdata) untuk golongan Eropa;
- Jurisprudensi;
- Praktek hukum sehari-hari sebagai hukum kebiasaan;
- Doktrin atau pendapat para ahli hukum.
Asas Hukum Acara Perdata
- Hakim bersifat menunggu, artinya dalam proses hukum acara perdata kehendak atau inisiatif gugatan diserahkan kepada para pihak yang berkepentingan (berperkara). Apabila tidak ada gugatan ke pengadilan, hakim tidak berwenang mengadili. Istilahnya tidak ada gugatan tidak ada hakim. (Wo kein klager ist, ist kein richter/nemo judex sine actore).
- Hakim aktif, artinya sejak awal sampai akhir persidangan hakim harus aktif memberi nasehat dan bantuan kepada para pihak yang berperkara tentang cara memasukkan gugatan (Pasal 119, 195 HIR/Pasal 143 Rbg). Hakim wajib mendamaikan para pihak yang berperkara (Pasal 130 HIR). Hakim wajib memberi nasehat kepada para pihak untuk melakukan upaya hukum dan memberikan keterangan yang diperbolehkan (Pasal 132 HIR). Hakim tetap terikat pada kasus yang diajukan para pihak (secundum allegata iudicare). Beracara menurut Rechtsvordering (Rv). Hakim bersifat pasif.
- Sidang bersifat terbuka, artinya pemeriksaan perkara di pengadilan bersifat terbuka untuk umum (openbaar), setiap orang boleh hadir dalam pemeriksaan perkara di persidangan (Pasal 179 ayat (1) HIR).
- Persamaan hak di muka hukum (equality before the law), artinya semua orang mempunyai kedudukan yang sama di muka hukum, hakim harus bertindak adil, karena itu tidak boleh memihak salah satu pihak yang bersengketa.
- Tidak harus diwakilkan, artinya berperkara di pengadilan tidak harus diwakilkan/dikuasakan. Akan tetapi para pihak dapat juga diwakili oleh kuasanya kalau dikehendaki (Pasal 123 HIR/Pasal 147 Rbg).
- Beracara dengan lisan (mondelinge procedure), artinya pemeriksaan perkara di persidangan dilakukan dengan tanya jawab antara hakim dengan para pihak maupun dengan saksi. Selain itu para pihak diperbolehkan menyampaikan dengan surat-surat atau tulisan (Pasal 121 ayat (2) HIR/RIB).
- Beracara secara langsung, artinya pemeriksaan perkara di persidangan dilakukan secara langsung (onmiddellijk heid van procedure). Hakim berhadapan, berbicara, mendengar keterangan dari para pihak yang berperkara maupun dengan saksi di persidangan. Asas ini dikenal dengan asas “audi et alteram partem” atau kedua pihak harus didengar.
- Beracara dikenai biaya, artinya berperkara di pengadilan harus membayar biaya perkara (Pasal 121 ayat (4), 182, 183 HIR/Pasal 145 ayat (4), 192-194 Rbg. jo Pasal 5 ayat (2) UUKK).
- Hakim harus berusaha mendamaikan, artinya sebelum acara pemeriksaan perkara dimulai, hakim lebih dahulu harus berusaha mendamaikan para pihak yang berperkara (Pasal 130 HIR/Pasal 154 Rbg. jo Pasal 16 ayat (2) UUKK).
- Putusan hakim harus disertai alasan-alasan hukum, artinya setiap putusan pengadilan harus disertai alasan-alasan hukum sebagai dasar putusan mengadili (Pasal 184 ayat (1) HIR, Pasal 195 ayat (1) Rbg. jo Pasal 19 ayat (4) UUKK).
- Hakim terikat pada alat bukti, artinya hanya boleh mengambil keputusan hukum berdasarkan alat-alat bukti yang sah atau yang ditentukan dalam undang-undang.
Proses Gugatan
- Gugatan diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri tempat kediaman tergugat (Pasal 118 ayat (1) HIR).
- Apabila tergugat terdiri lebih dari seorang yang tempat tinggalnya berbeda, maka gugatan diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri di tempat tinggal tergugat yang diketahui secara jelas. Demikian pula apabila yang digugat orang yang berutang, gugatan diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang mewilayahi tempat tinggal tergugat yang berutang (Pasal 118 ayat (2) HIR).
- Apabila tempat tinggal tergugat tidak diketahui, atau yang digugat tidak dikenal, maka gugatan diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang mewilayahi tempat tinggal penggugat atau salah seorang dari penggugat, apabila yang digugat adalah barang tetap (tidak bergerak) maka gugatan diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang mewilayahi tempat barang tetap berada (Pasal 118 ayat (3) HIR).
- Apabila ada tempat tinggal yang dipilih/ditunjuk dengan akta, maka gugatan diajukan kepada Pengadilan Negeri yang ditunjuk oleh akta yang bersangkutan (Pasal 118 ayat (4) HIR).
- Apabila menyangkut pembatalan perkawinan, permohonan diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri (bagi yang tidak beragama Islam), atau Ketua Pengadilan Agama (bagi yang beragama Islam) dalam daerah hukum dimana perkawinan dilaksanakan, atau di tempat tinggal suami-isteri, suami atau isteri (Pasal 25 jo Pasal 63 ayat (1) UUP jo Pasal 38 ayat (1) dan ayat (2) P.P. No. 9 Tahun 1975).
- Gugatan perceraian di ajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri/Agama di tempat kediaman tergugat. Apabila tempat kediaman tergugat tidak jelas atau tidak diketahui atau tidak mempunyai tempat kediaman tetap, gugatan perceraian diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri/Agama tempat kediaman penggugat (Pasal 20 ayat (1) dan ayat (2) P.P. No. 9 Tahun 1975).
- Apabila yang digugat berada di luar negeri, maka gugatan diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri tempat kediaman penggugat. Ketua Pengadilan menyampaikan permohonan gugatan kepada tergugat melalui perwakilan Negara R.I. (Pasal 20 ayat (3) P.P. No. 9 Tahun 1975).
- Terhadap gugatan perceraian dengan alasan salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa ijin dan tanpa alasan yang sah, gugatan diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri/Agama tempat kediaman penggugat (Pasal 21 ayat (1) P.P. No. 9 Tahun 1975).
- Gugatan perceraian karena alasan suami-isteri terus menerus berselisih dan bertengkar, gugatan diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri/Agama tempat kediaman tergugat (Pasal 22 ayat (1) P.P. No. 9 Tahun 1975).
- Gugatan perceraian karena alasan salah seorang dari suami atau isteri dihukum penjara 5 (lima) tahun atau lebih. Untuk mendapatkan putusan perceraian, sebagai bukti di persidangan penggugat cukup menyampaikan salinan putusan dari pengadilan yang memutus perkara pidana, disertai keterangan bahwa putusan telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap (Pasal 23 P.P. No. 9 Tahun 1975).
Pemeriksaan di Persidangan
- Penggugat/pemohon dan tergugat/termohon tidak hadir dalam sidang. Apabila kedua pihak tidak hadir dalam persidangan, majelis hakim dapat melakukan penundaan sidang dan memerintahkan panitera agar memanggil kedua pihak hadir dalam persidangan berikutnya, atau hakim menjatuhkan putusan gugur dan perkara tidak diperiksa.
- Penggugat tidak hadir, tetapi tergugat hadir. Bilamana penggugat atau wakilnya tidak hadir, sedang tergugat hadir, maka hakim memerintahkan supaya penggugat yang tidak datang dipanggil sekali lagi (Pasal 126 HIR/Pasal 150 Rv). Apabila penggugat telah dipanggil dengan patut tidak hadir lagi, sedangkan tergugat hadir, maka gugatan penggugat dinyatakan gugur dan penggugat dihukum membayar biaya perkara. Penggugat masih diberi kesempatan mengajukan gugatannya sekali lagi setelah membayar biaya perkara (Pasal 124 HIR/Pasal 148 Rbg).
- Tergugat tidak hadir, tetapi penggugat hadir. Dalam hal tergugat tidak hadir, sedangkan penggugat hadir, maka hakim dapat menunda persidangan, dan tergugat dipanggil sekali lagi agar hadir pada sidang berikutnya (Pasal 126 HIR/Pasal 150 Rbg). Apabila pada sidang berikutnya, tergugat tidak hadir lagi, maka gugatan penggugat dikabulkan dengan putusan di luar hadirnya tergugat (verstek), kecuali apabila gugatan mengenai perbuatan melawan hukum atau tidak beralasan. Putusan verstek dapat dijatuhkan pada sidang pertama ketika tergugat tidak hadir (Pasal 125 HIR/149 Rbg).
Apabila pada sidang pertama tergugat hadir, sedangkan pada sidang berikutnya tidak hadir, maka perkaranya diperiksa secara “contradictoir” (di luar hadirnya salah satu pihak yang berperkara). Demikian pula jika pada sidang berikutnya tergugat hadir, tetapi penggugat tidak hadir, maka perkaranya diperiksa di luar hadirnya salah satu pihak yang berperkara (contradictoir).
Terhadap putusan verstek dapat diajukan tuntutan perlawanan (verzet). Perlawanan (verzet) dapat diajukan dalam waktu 14 (empat belas) hari setelah pemberitahuan putusan verstek kepada tergugat (Pasal 125 ayat (3) jo Pasal 129 HIR/Pasal 149 ayat (3) jo Pasal 153 Rbg). Apabila dalam acara perlawanan (verzet), penggugat tidak hadir, maka perkara diperiksa secara “contradictoir”. Kalau tergugat tidak hadir dalam acara perlawanan (verzet), maka hakim memutus “verstek”, yang mana tuntutan perlawanan (verzet) tidak diterima (niet ontvankelijk verklaard - Pasal 129 ayat (5) HIR/Pasal 153 ayat (6) Rbg). - Penggugat dan tergugat hadir di persidangan. Apabila kedua pihak (penggugat/tergugat) hadir dipersidangan, maka sebelum pemeriksaan perkara dimulai, hakim harus berusaha mendamaikan para pihak yang berperkara (Pasal 130 HIR/Pasal 154 Rbg. jo. Pasal 16 ayat (2) U.U No. 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman). Apabila perdamaian berhasil disepakati para pihak, maka dibuatlah akta perdamaian (acta van vergelijk) yang isinya menghukum para pihak untuk memenuhi isi perdamaian yang dibuat oleh para pihak yang bersengketa. Putusan perdamaian mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan putusan-putusan biasa yang dapat dilakukan “eksekusi” seperti putusan hakim lainnya. Putusan akta perdamaian (acta van vergelijk) ini tidak dapat diajukan perlawanan (banding, kasasi maupun peninjauan kembali). Dengan adanya putusan akta perdamaian (acta van vergelijk) berarti gugatan tidak dapat diteruskan atau tidak dapat diajukan gugatan baru. Putusan akta perdamaian yang dapat dieksekusi adalah yang berkenaan dengan sengketa kebendaan saja. Usaha perdamaian terbuka selama pemeriksaan perkara berlangsung. Dengan adanya usaha perdamaian, ini menunjukkan bahwa hakim berperan aktif dalam hukum acara perdata.
- (a) penggugat mencabut gugatan;
- (b) penggugat mengubah gugatan;
- (c) penggugat mempertahankan gugatan.
- (a) bukti tertulis atau surat;
- (b) bukti saksi;
- (c) bukti persangkaan;
- (d) bukti pengakuan;
- (e) bukti sumpah.
Bibliografi
- Umar Said Sugiharto. 2009. Pengantar Hukum Indonesia. Malang: Publikasi Online.
Anda kini sudah mencapai bagian akhir dalam menuntaskan pembahasan Bab XX (kedua puluh) dengan judul Dasar-dasar Hukum Acara Perdata yang merupakan materi dari mata kuliah Pengantar Hukum Indonesia. Silahkan klik tombol di bawah ini untuk memilih bab selanjutnya. 👇👇👇
Post a Comment
Post a Comment