Hukum Pribadi (Law of Persons)
1. Status Personal (Personal Status)
Status personal adalah keadaan suatu pribadi dalam hukum yang diberikan dan/diakui oleh Negara untuk melindungi masyarakat dan lembaga-lembaganya. Status personel meliputi hak dan kewajiban, kemampuan dan ketidak mampuan berbuat dalam bidang hukum. Status personel ini tidak dapat diubah oleh pemiliknya.
Status personel menentukan “hukum mana” di antara berbagai sistem hukum yang relevan mengenai status kewenangan (status personal) subyek-subyek hukum harus diatur.
Ada dua asas untuk menentukan status personal seseorang, yakni:
- Asas personalitas/kewarganegaraan (lex patriae), artinya untuk menentukan status personal suatu pribadi hukum adalah berdasarkan “hukum nasionalnya” (lex patriae). Asas ini diikuti oleh Negara-negara Eropa kontinental yang bersistem hukum sipil (civil law system);
- Asas territorial/Domisili (lex domicili), artinya status personal suatu pribadi (seseorang) berdasarkan “hukum” di negara mana ia berdomisili. Asas ini berlaku di negara-negara Anglo Saxon (Common law system).
2. Kewarganegaraan (Nationality)
Untuk menentukan kewarganegaraan seseorang ditentukan oleh asas-asas umum hukum internasional (convensi, kebiasaan, dan asas-asas umum) mengenai kewarganegaraan seseorang.
Ada dua asas utama dalam menentukan kewarganegaraan seseorang, yakni:
- Asas tempat kelahiran (ius soli), yaitu kewarganegaraan seseoang ditentukan berdasakan tempat kelahirannya;
- Asas keturunan (ius sanguinis), yaitu kewarganegaraan seseorang ditentukan berdasarkan keturunannya.
3. Domicilie
Domisili adalah tempat seseorang menetap secara permanen yang menurut hukum dianggap sebagai pusat kehidupan seseorang (center of his life). Berdasarkan asas domisili, status dan kewenangan personal seseorang berdasarkan hukum domisili (hukum tempat kediaman tetap) orang yang besangkutan.
Ada tiga macam konsep domisili, yaitu:
- Domicile of origin, yaitu tempat kediaman tetap seseorang berdasarkan tempat kelahirannya. Bagi anak sah, “domiscile of origin” adalah Negara dimana ayahnya berdomisili saat si anak lahir. Bagi anak tidak sah, domisili ibunya yang menjadi “domicile of origin” si anak.
- Domicile of dependence (by operation of the law), yaitu tempat kediaman tetap seseorang tergantung pada domisili orang lain. Anak yang belum dewasa mengikuti domisili ayahnya. Domisili isteri mengikuti domisili suaminya.
- Domicile of choice, yaitu tempat kediaman seseorang berdasarkan pilihannya atau atas kemauanya.
Dalam sistem hukum Inggris, untuk memperoleh “domisile of choice”, harus dipenuhi 3 (tiga) syarat yaitu:
- Mempunyai kemampuan bersikap atau bertindak dalam hukum (capacity);
- Harus mempunyai tempat kediaman (residence) tertentu dalam kehidupan sehari-hari (habitual residence);
- Mempunyai hasrat atau itikad (intention) untuk terus menetap di tempat yang baru.
4. Badan Hukum (Corporations)
Pribadi hukum (corporations), adalah suatu badan yang mempunyai kekayaan yang terpisah dari anggotanya, dianggap sebagai subyek hukum karena mempunyai kemampuan untuk melakukan perbuatan hukum, mempunyai hak dan kewajiban atau tanggung jawab seperti halnya orang.
Pribadi hukum (badan hukum) ini mempunyai pengurus dapat mengelola kekayaannya dan melakukan perbuatan hukum (perjanjian).
Ada 4 (empat) asas hukum untuk menentukan sistem hukum mana yang dapat digunakan untuk menetapkan atau mengatur status dan kewenangan yuridis badan hukum yang mengandung unsur hukum asing, yakni:
- Asas kewarganegaraan/domisili pemegang saham (lex patriae atau lex domicile);
- Asas centre of administration/business yang beranggapan bahwa status dan kewenangan yuridik suatu badan hukum mengikuti hukum dari tempat kegiatan administrasi/manajemen bisnis badan hukum tersebut;
- Asas place of incorporation, beranggapan bahwa status dan kewenangan badan hukum ditetapkan berdasarkan hukum dari tempat badan hukum secara resmi didirikan/dibentuk;
- Asas centre of exploitation atau centre of operations, artinya bahwa status dan kedudukan badan hukum diatur berdasarkan hukum dari tempat badan hukum itu memusatkan kegiatan operasional, eksploitasi, atau memproduksi barang.
Hukum Harta Kekayaan (Law of Property)
Hukum harta kekayaan (law of property), terdiri dari: pertama, kekayaan materiel yang meliputi: (a) benda-benda tetap/benda tidak bergerak (immovables property), (b) benda-benda lepas/bergerak (movables property), kedua, kekayaan imaterial, dan ketiga, perikatan (obligations).
1. Kekayaan Materiel
Ad.a. Status benda tetap/benda tidak bergerak (immovables property)
Bahwa status benda tetap/tidak bergerak ditetapkan berdasarkan "asas lex rei sitae/lex situs” atau hukum dari tempat letaknya benda tetap berada.
Ad.b. Status benda lepas/bergerak (movables)
Untuk menentukan status hukum benda bergerak/lepas (movables) ditetapkan berdasarkan sebagai berikut:
- Hukum dari tempat pemegang hak atas benda lepas/bergerak (bezitter/eigenaar) berkewarganegaraan (asas nasionalitas);
- Hukum dari tempat pemegang hak atas benda berdomisili (asas domicile);
- Hukum dari tempat benda diletakkan (lex situs/lex rae sitae).
Untuk benda bergerak, sebelumnya berlaku asas “mobilia personam sequntuur” (benda mengikuti status orang yang menguasainya).
2. Kekayaan Immateriel
2.a. Status benda tidak berwujud
Status benda-benda tidak berwujud (surat-surat piutang/surat-surat berharga), HAKI (merk, paten, hak cipta dsb) ditentukan berdasarkan:
- Hukum dari tempat kreditur atau pemegang hak atas benda berkewarganegaraan atau berdomisili (asas lex patriae atau lex domicili);
- Hukum dari tempat benda-benda itu diakan gugatan (lex fori);
- Hukum dari tempat pembuatan perjanjian hutang piutang (lex loci contractus);
- Hukum yang sistem hukumnya dipilih oleh para pihak dalam perjanjian yang menyangkut benda-benda tidak berwujud (choisce of law);
- Yang memiliki kaitan yang paling nyata dan substansial terhadap transaksi yang menyangkut benda tersebut (the most substatantial connection);
- Pihak yang prestasinya dalam perjanjian tentang benda yang bersangkutan tampak paling khas dan karakteristik (the most characteristic connection).
Untuk hukum jaminan, status hukum yang berlaku adalah sebagai berikut:
- Hukum dari tempat si pemegang jaminan (kreditur) menjadi warganegara atau domisili (lex patriae atau lex domicile);
- Hukum dari tempat yang memiliki kaitan yang paling substantial dengan perjanjian induknya, atau
- Hukum yang dipilih oleh para pihak sebagai the applicable law dalam perjanjian induk, atau hal yang tidak ada pilihan hukum, hukum yang merupakan “the proper law of contract” dari perjanjian induk.
3. Hukum Perikatan (Obligation)
Hukum perikatan (obligation) meliputi :
- (a) Perjanjian (contracts);
- (b) Perbuatan melanggar hukum (torts).
3.a. Perjanjian (contracts)
Perjanjian HPI adalah suatu persetujuan antara dua orang atau lebih berisi janji-janji secara timbal balik yang diakui oleh hukum, atau pelakanaannya diakui sebagai kewajiban hukum dan mempunyai unsur asing.
Unsur asing yang dimaksud adalah subyeknya atau obyek yang diperjanjikan, atau sistem hukumnya.
Dalam Perjanjian (kontrak) perdata Internasional, kedua belah pihak berhak menentukan atau memilih sistem hukum tertentu yang menguasai atau sebagai dasar suatu perjanjian.
Pilihan hukum harus dinyatakan secara tegas di dalam perjanjian, termasuk klausula apabila terjadi sengketa di antara para pihak diselesaikan melalui lembaga peradilan ataukah lembaga arbitrase.
Pilihan hukum yang dimaksud tidak boleh bertentangan atau mengganggu ketertiban/kepentingan umum.
Apabila belum dilakukan pilihan hukum pada saat membuat perjanjian (kontrak), maka dapat menggunakan asas-asas yang berlaku dalam perjanjian HPI.
Asas-asas dan teori tentang penentuan hukum “the proper law contract, adalah sebagai berikut:
- Asas dai teori lex loci contactus. Ini merupakan teori klasik yang berlandaskan “asas locus regit actum, Berdasarkan asas ini “the proper law of contract”, hukum yang berlaku adalah hukum Negara/tempat; kontrak/perjanjian dibuat.
- Asas lex loci solutionis, yaitu menggunakan hukum dari tempat/negara dilaksanakannya/ pelaksanaan suatu perjanjian;
- Asas kebebasan para pihak (party autonomy), artinya para pihak mengadakan kesepkatan untuk menentukan sistem hukum mana yang dipakai untuk menyelesaikan sengketa mereka. Asas ini merupakan asas pilihan hukum dan berlaku adanya pembatasan-pembatasan. Misalnya tidak boleh bertentangan dengan ketertiban umum dan asas-asas hukum umum perjanjian.
Selain berdasarkan asas-asas tersebut, ada teori-teori untuk mengatasi kelemahan yang terdapat pada ketiga asas-asas tersebut. Teori yang dimaksud adalah:
- Teori Pengiriman (theory of expedition/mail box theory/post box theory). Dalam perjanjian HPI pada umumnya para pihak yang melakukan perjanjian tidak saling bertemu, perjanjian dilakukan dalam jarak jauh (melalui sarana electronic), dalam hal ini hukum yang berlaku terhadap perjanjian demikian adalah “hukum dari Negara si penerima tawaran yang mengirimkan/menyampaikan pernyataan penerimaannya”;
- Teori pernyataan (theory of declaration/theory of arrival). Menurut teori ini hukum yang berlaku adalah dari Negara/tempat "pernyataan penawaran diterima” (hukum dari Negara/tempat yang menawarkan).
3.b. Perbuatan Melanggar Hukum (tort)
Ada tiga asas mengenai hukum yang dipergunakan dalam perbuatan melanggar hukum (tort), yaitu:
- Hukum dari tempat terjadi perbuatan melanggar hukum (lex loci delicti commissi);
- Hukum dari tempat dimana perbuatan melanggar hukum diadili (lex fori);
- Dipakai teori “the proper law of the tort” (lex propria delicti), yaitu digunakan sistem hukum yang memiliki kaitan yang paling signifikan dengan rangkaian peristiwa/perbuatan dan situasi kasus yang dihadapi.
Asas atau teori “the proper law of the tort (Inggris) di Amerika Serikat dikenal dengan “The most significant relationship theory”.
Hukum Keluarga
1. Perkawinan
Hukum yang dipergunakan untuk perkawinan HPI (yang ada unsur asing) adalah:
- Hukum dari Negara/tempat dilangsungkannya perkawinan (lex loci celebrations);
- Hukum masing-masing pihak berwarga negara;
- Hukum masing-masing pihak berdomisili.
Dari ketiga asas tersebut yang paling valid adalah “lex loci celebrationis” yakni hukum dari tempat pekawinan dilangsungkan.
2. Hubungan orang tua dengan anak
Ada dua macam status anak, yakni:
- Anak sah, adalah anak yang lahir dari pekawinan kedua orang tuanya;
- Anak tidak sah, terdiri dari:
- (a) anak lahir dari hubungan incest;
- (b) anak yang lahir dari perzinahan;
- (c) anak yang lahir di luar nikah.
Anak incest dan anak zinah tidak dapat disahkan.
Anak luar nikah, dapat disahkan (tanpa perkawinan) asal diakui oleh ayahnya dengan memakai hukum si ayah (asas lex patriae atau asas lex domicili si ayah). Dapat juga disahkan dengan perkawinan kedua orang tuanya.
Hubungan hukum antara anak dengan ibu dipergunakan hukum si ibu bekewarganegaraan atau berdomisili (lex patriae atau lex domicile).
Hubungan antara anak dengan orang tuanya, hukum yang dipergunakan adalah:
- hukum domisili orang tua, waktu perkawinan dilangsungkan (common law);
- hukum nasional ayah pada saat perkawinan atau pengakuan (civil law);
- hukum nasional atau domisili anak (lex patriae atau lex domicile);
- hukum tempat diajukan pengesahan/pengakuan terhadap anak (lex fori).
3. Adopsi
Untuk mengadopsi anak dari Negara asing, hukum yang dipakai adalah hukum kewarganegaraan si anak (adoptant) atau hukum sang hakim (lex fori) dimana diajukannya adopsi.
4. Perceraian dan akibat perceraian
Beberapa asas HPI, bahwa berakhirnya perkawinan karena perceraian dan akibat-akibat perceraian harus diselesaikan berdasarkan sistem hukum dari tempat:
- lex loci celebrationis;
- joint nationality (tepat suami-isteri menjadi warganegara);
- joint recident/lex domicile (tempat suami-isteri berkediaman/berdomisili setelah perkawinan);
- lex fori (tempat diajukannya gugatan).
1.4 Hukum Waris (successions)
Untuk menentukan hukum waris dalam HPI, ada beberapa asas yang digunakan antara lain adalah:
- lex situs, yaitu hukum dari Negara tempat benda tetap berada (terletak);
- berdasarkan kewarganegaraan si pewaris (asas lex patriae);
- hukum domisili si pewaris (lex domicile).
Dalam hal warisan dengan testamen (wasiat), untuk menentukan kecakapan pewaris (legal capacity) pembuat testamen dipergunakan asas:
- hukum tempat pewaris berdomisili (lex domicile), atau menjadi warganegara (lex patriae) saa testamen dibuat;
- hukum dari tempat pewaris berdomisili atau menjadi warga Negara saat meninggal dunia;
- hukum dari tempat pembuatan testamen (lex loci actus).
Persyaratan formal untuk menentukan sahnya testamen yang esensi validitasnya (essential validity) adalah berdasarkan hukum kewarganegaraan atau domisili pewaris saat testamen dibuat (lex patriae atau lex domicili), atau hukum dari tempat pembuatan testamen (asas lex loci actus).
Bibliografi
- Umar Said Sugiharto. 2009. Pengantar Hukum Indonesia. Malang: Publikasi Online.
Note: Untuk menuntaskan bab keenam belas dengan judul Dasar-dasar Hukum Perdata Internasional ini dari materi mata kuliah Pengantar Hukum Indonesia. Silahkan klik tombol berikut untuk lanjut ke sesi berikutnya. 👇👇👇
Post a Comment
Post a Comment