Pembagian Hukum Pidana
Hukum pidana dapat dibagi:
- Hukum Pidana Objektif (Ius Poenale)
- Hukum Pidana Subjektif (Ius Poeniendi)
Ad. 1. Hukum Pidana Objektif
Hukum pidana objektif (Ius Poenale) adalah sejumlah peraturan yang mengandung larangan-larangan dan keharusan-keharusan dimana terhadap pelanggaran-pelanggaran diancam dengan hukuman.
Hukum pidana objektif ini dibagi ke dalam hukum pidana materil dan hukum pidana formil.
Hukum pidana materil adalah hukum yang menentukan tentang:
- Siapakah yang dapat dipidana, atau siapakah yang dapat dipertanggungjawabkan;
- Perbuatan-perbuatan yang dapat dipidana;
- Jenis hukuman apakah yang dapat dijatuhkan kepada orang yang melanggar undang-undang.
Ketiga unsur di atas harus ada dalam aturan hukum pidana materil. Misalnya ketentuan dalam Pasal 362 KUHP yang berbunyi:
Barangsiapa mengambil sesuatu barang, yang sama sekali atau sebagian termasuk kepunyaan orang lain, dengan maksud akan memiliki dengan melawan hak, dihukum karena pencurian, dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 900,-
Dari pasal ini jelas terlihat unsur tersebut:
- Perbuatan yang dilarang: mengambil barang milik orang lain;
- Orang yang dapat dipidana: yang sengaja (dengan maksud) memiliki dengan melawan hak;
- Pidana yang dijatuhkan: penjara selama-lamanya lima tahun atau denda Rp. 900,-
Jika unsur-unsur ini tidak ada dalam peraturan tersebut maka aturan hukum itu, bukanlah aturan hukum pidana materil.
Istilah hukum pidana materil juga disebut dengan hukum pidana substansial. Dalam pergaulan sehari-hari hukum pidana materil disebut dengan hukum pidana atau disebut juga dengan hukum pidana in abstracto, artinya hukum pidana dalam arti yang abstrak (tidak nyata) karena berlaku kepada semua orang.
Hukum pidana materil ini juga dibagi kedalam pengertian-pengertian sebagai berikut:
- Hukum pidana umum, yaitu hukum yang berlaku bagi siapa saja (KUHP).
- Hukum pidana khusus, yaitu hukum pidana yang berlaku bagi orang tertentu atau perbuatan tertentu, seperti hukum pidana militer, hukum pidana fiskal (pajak).
- Hukum pidana nasional, yaitu hukum yang berlaku secara nasional.
- Hukum pidana lokal, yaitu hukum pidana yang berlaku bagi daerah-daerah tertentu, seperti yang terdapat dalam Perda, Qanun.
- Hukum pidana kodifikasi, hukum pidana yang telah dibukukan dalam satu kitab undang-undang, seperti KUHP.
- Hukum pidana yang tidak terkodifikasi, yaitu hukum pidana yang terdapat peraturan hukum pidana diluar KUHP, Misalnya Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Sehubungan dengan hukum pidana materil ada yang menyebut dengan hukum delik. Kata delik berasal dari delictum (Latin), dalam bahasa Belanda disebut dengan falen yang berarti perumusan sikap/perbuatan yang salah (gagal melaksanakan yang baik dan benar).
Disamping delictum dalam bahasa latin juga dikenal istilah crimen, yang berarti misdaad, sama dengan penyelewengan. Dalam negara yang menganut hukum Anglo Saxon dikenal dengan istilah Criminal Law.
Hukum pidana formal adalah keseluruhan aturan hukum yang menentukan cara bagaimana melaksanakan ketentuan hukum pidana materil.
Ad. 2. Hukum Pidana Subjektif
Hukum pidana subjektif (Ius Poeniendi) adalah aturan hukum yang menentukan hak negara untuk memidana atau menjatuhkan pidana kepada seseorang, yaitu:
- Hak untuk mengancam perbuatan-perbuatan dengan pidana, hak ini berada pada pembuat undang-undang.
- Hak untuk menjatuhkan pidana, hak ini berada di tangan hakim, untuk menghukum orang yang terbukti bersalah.
- Hak untuk melaksanakan pidana, hak ini terletak ditangan jaksa, untuk melaksanakan putusan hakim.
Pengertian Hukum Pidana
Rumusan arti lembaga hukum pidana dapat difahami dan dipelajari melalui uraian para ahli dan pakar sarjana hukum, antara lain sebagai berikut:
1. Menurut W.L.G. Lemaire
Sebagaimana dikutip P.A.F. Lamintang, Hukum Pidana terdiri dari norma-norma yang berisi keharusan-keharusan dan larangan-larangan yang (oleh pembentuk undang-undang) telah dikaitkan dengan sanksi berupa hukuman, yaitu suatu penderitaan yang bersifat khusus. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hukum pidana itu merupakan suatu sistem norma-norma yang menentukan terhadap tindakan-tindakan yang mana (hal melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu dimana terdapat suatu keharusan untuk melakukan sesuatu) dan dalam keadaan-keadaan mana hukuman itu dapat dijatuhkan, serta hukuman yang bagaimana dapat dijatuhkan bagi tindakan-tindakan tersebut.
Lamintang lebih lanjut menjelaskan bahwa rumusan atau batasan atau definisi hukum pidana oleh Lemaire seperti dikutip di atas, mungkin saja benar apabila yang dimaksud adalah hukum pidana materil. Padahal hukum pidana itu terdiri dari hukum pidana materil dan hukum pidana formil.
2. Menurut C.S.T. Kansil
Hukum pidana adalah hukum yang mengatur tentang pelanggaran-pelanggaran dan kejahatan-kejahatan terhadap kepentingan umum, perbuatan mana diancam dengan hukuman yang merupakan suatu penderitaan atau siksaan.
Adapun yang dimaksud dengan kepentingan umum adalah:
- Badan dan peraturan perundangan negara, seperti Negara, Lembaga-lembaga Negara, Pejabat Negara,Undang-undang, Peraturan Pemerintah dan sebagainya.
- Kepentingan hukum tiap manusia, yaitu: jiwa, raga/tubuh, kemerdekaan, kehormatan, dan hak milik/harta benda.
Definisi hukum pidana yang dikemukakan oleh Kansil juga tidak lengkap, karena tidak mencakup hukum pidana materil dan hukum pidana formil.
3. Menurut Moeljatno
Hukum pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk:
- Menentukan perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa melanggar larangan tersebut.
- Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang atau dijatuhi pidana sebagaimana telah diancam.
- Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut.
Untuk perbuatan dipakai asas legalitas, untuk pertanggungjawaban dipakai asas tiada pidana tanpa kesalahan dan untuk cara pengenaan pidana salah satu asasnya adalah asas praduga tak bersalah.
Bibliografi
- Satochit Kartanegara. 1955. Hukum Pidana I. Balai Lektur Mahasiswa.
- Kansil, CST. 1977. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum. Jakarta: PN Balai Pustaka.
- Lamintang, P.A.F.1990. Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia. Bandung: Sinar Baru.
- Moeljatno. 1983. Asas-asas Hukum Pidana. Jakarta: PT Bina Aksara.
Note: Untuk menuntaskan bab pertama materi mata kuliah Hukum Pidana ini. Silahkan klik tombol berikut untuk lanjut ke sesi berikutnya. 👇👇👇
Post a Comment
Post a Comment